Actions

Work Header

Xeranthemum

Summary:

Tidak lama setelah kematiannya, Wei Wuxian terlahir kembali sebagai anak tidak sah Jin GuangShan, orang yang ikut berpartisipasi dalam membunuhnya. Seperti putaran takdir, 15 tahun kemudian dia dikirim ke Gusu Lan untuk belajar. Ingatan-ingatan tentang kehidupannya terdahulu perlahan kembali. Ketika suatu kenyataan menyakitkan ikut muncul, akankah dia tetap menjadi Mo Xuanyu yang penurut? Atau dia akan menjadi Wei Wuxian yang penuh kebencian dan menuntut balas?

 

"Tuan Muda Wei, mari kita akhiri perjodohan ini." (Lan Xichen)

"Apa yang kamu lakukan hingga Zewu Jun meninggalkanmu?" (Yu Ziyuan)

"Kenapa kamu harus membuat Wen Chao tertarik kepadamu?" (Jiang Cheng)

"Wei Ying .. Wei Ying sadarlah. Dia tidak mungkin diselamatkan." (Lan Wangji)

"Semua sudah terlambat." (Wei Wuxian)

Notes:

Hallo, ini ff WangXian ke dua saya dan XiYao yang pertama. Semoga kalian menyukainya :)

Chapter 1: Prolog

Chapter Text

 

 

Wei Wuxian menarik Hensheng di pinggang Jin GuangYao lalu menendang perut kakak seayahnya itu. Dia tahu pedang itu tidak akan menolak dirinya walau tingkat kultivasi tubuh Mo Xuanyu begitu rendah. Meskipun ingatan masa lalu kembali dan tercampur dengan kehidupan yang sekarang, dia masih dapat mengingat bagaimana Jin GuangYao mengenalkan dirinya kepada Hensheng sebagai tuannya yang lain kompilasi dia masih kecil.

Wei Wuxian tidak bisa menahan kesedihannya lebih lama lagi. Dia meraung di bawah malam yang dingin. Berlari dan menerjang ke Arah Jin GuangYao. Menusuk dan mendorong ujung Hensheng ke perut Jin GuangYao hingga menembus punggungnya.

Jin GuangYao menatap ke dalam Wei Wuxian dengan pandangan yang mulai mengabur. Dia yakin tidak akan tumbang hanya Karena perutnya robek. Namun dia tidak bisa tahan lagi darah yang merangkak naik ke tenggorokannya. Jin GuangYao menunduk melihat tangan telah menembus dadanya. Darah segera keluar dari bibir Jin GuangYao menerima tangan mati

Jin GuangYao tersenyum dan berlari Wei Wuxian yang masih mematung. Jin GuangYao mengangkat bantuan dengan sisa tenaga. Berharap Wei Wuxian akan meraihnya. Namun itu hanya sebatas harapannya, Wei Wuxian masih bergeming.

Jin GuangYao menikmati udara semakin dingin. Kedua menyelamatkan mulai gemetar dan tidak mampu lagi memegang kendali lebih lama. Dia jatuh berlutut. Sekali lagi memuntahkan darah.

"Tidak. Jangan memandang ku seperti itu." Jin GuangYao tidak berharap akan mendapatkan kesedihan di mata Wei Wuxian akan keadaannya. "Aku telah membunuhmu. Aku telah melukaimu."

Apa yang didapatkan setelah semua ini? Wei Wuxian tidak dapat merasakan kepuasan setelah melukai Jin GuangYao. Hanya hatinya yang semakin kosong melihat wajah tersenyum Jin GuangYao. Saat hatinya berusaha membenarkan perbuatannya, hatinya yang lain mencela. Seolah mengingatkan bagaimana Jin GuangYao mengambil dirinya dari tempat ibunya. Membesarkan dirinya dengan segala kemewahan. Namun segala kenangan dari kehidupan masa lalunya kembali bangkit. Menunjukkan bagaimana calon bayinya mati sebelum melihat dunia. Pria itu pantas mendapatkan balasan yang serupa.

"A-XUAN ... Ah bukan, tapi Wei Ying ... Apakah ini rasanya kompilasi anakmu terbunuh?" Jin GuangYao mendekap mulutnya dan segera terbatuk-batuk. Darah kembali keluar dan mengalir di sela sudut bibirnya. Meskipun iblis mulai mengalirkan darah, "Aku tahu kau adalah Wei Wuxian, namun aku tidak bisa melukai adikku sendiri. Tolong hiduplah bahagia di kehidupan ini."

Tanpa sadar wajah Wei Wuxian telah basah. Air mata tidak berhenti mengalir. Rasanya ada banyak batu-batu kecil yang pelan-pelan memenuhi dadanya. Pada akhirnya dia menyadari bahwa dia tidak merasa senang. Hatinya tidak puas setelah membalaskan dendamnya. Hatinya hanya menerima pesakitan yang berhasil diselesaikan dia juga telah melepaskan satu-satunya orang yang menganggap dirinya layak.

.

.

.

Bersambung

Chapter 2: Bab 1

Chapter Text

"Mungkin ini saatnya Tuan Jin meninggalkan Lanling Jin dan beristirahat di Cloud Recesses."

Jin GuangYao tidak pernah berpikir semua yang telah dia dapatkan dengan susah payah akan menahan kebahagiannya. Dia telah berusaha dengan keras agar bisa berada di tempat tertinggi di Lanling Jin. Setelah semua itu, dia harus melepaskannya begitu saja? Bagaimana bisa harus seperti itu? Betapa berat harus memilih.

Akan tetapi semua tidak semudah keinginan para Tetua klan Lan. Semua tidak akan dan tidak akan pernah berjalan sesuai keinginannya. Meski ingin, namun kenyataannya Jin GuangYao bahkan tidak bisa meninggalkan Lanling Jin terlalu lama.

Andai saja Mo Xuanyu terlahir beberapa tahun lebih dulu daripada Jin Ling, mungkin dengan senang hati dia akan meninggalkan tahtanya dan beristirahat dengan tenang. Namun semua itu tidak terjadi, anak yang dulu dia ambil dari tempat menyedihkan itu lebih muda dari keponakannya. Jin GuangYao tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupan Mo Xuanyu setelah dia pergi. Jin Ling tidak pernah menyukai Mo Xuanyu seperti neneknya yang tidak pernah menyukai dirinya.

"Suka tidak suka, kau tidak akan bisa lepas dari Jinlin Tower.

Namun daripada itu pria menyedihkan di depannya tidak akan membiarkan dirinya hidup dengan tenang. Setelah Jiang Cheng membuatnya mendapatkan kutukan menyedihkan di hari itu. Jiang Cheng seakan menahan dirinya terpenjara di Lanling Jin. Jiang Cheng bahkan tidak pernah membiarkan dirinya bertemu dengan keponakannya walau hanya untuk melepas rindu setelah upacara kedewasaan. Jiang Cheng seakan menjauhkan Jin Ling dari pelukannya agar bisa menyiksa dirinya. Jiang Cheng tidak akan pernah membiarkan dia hidup bahagia di Cloud Recesses.

"Jiang Cheng .. kumohon. Sudah saatnya Jin Ling -." Rasanya Jin GuangYao ingin berteriak. Namun kalimat itu hampir terdengar penuh kesedihan. Dia telah menahan sumpah serapah dari Jiang Cheng selama enam belas tahun. Itu terlalu lama, bahkan Jin GuangYao hampir menyerah dalam hidupnya. Jika bukan karena Mo Xuanyu, mungkin dia telah pergi meninggalkan Lan Xichen.

"Jiang Cheng." Jin GuangYao menahan lengan Jiang Cheng ketika pria itu hendak pergi dari kamar tamu dimana Jin Guangyao menginap, "Aku-" Jin GuangYao tersentak ketika Jiang Cheng berbalik dan menatapnya tajam.

Dengan tangan bergetar Jin Guangyao melepaskan tangan Jiang Cheng. Selemah inikah dirinya sekarang? Apakah dia bukan lagi pria licik yang melakukan segala cara agar bisa duduk di singgasana JinLin Tower? Dengan tangannya dia bahkan bisa membunuh Patriak Yiling. Tapi sekarang apa? Dia seakan tidak bisa menghadapi tatapan penuh dendam di mata Jiang Cheng.

"Enam ... Enam belas tahun kau membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Apa itu kurang?"

"Enam belas tahun? Aku bahkan telah kehilangan kakak dan calon keponakanku lebih dari delapan belas tahun. Dan kau bertanya apa hukuman itu kurang?"

Dada Jin Guangyao seakan berhenti berdetak untuk sesaat. Di masalalu, otak dari perencanaan pengepungan bukit Luanzang adalah Jiang Cheng setelah melihat bagaimana kakak perempuannya meninggal di bawah kaki bukit. Jiang Cheng bahkan ikut dalam melawan Wei Wuxian hingga akhirnya pemuda itu mati di tangan Jin Guangyao. Tapi Jiang Cheng segera menyesali semua setelah Wei Wuxian tidak lagi bernafas dan pria paruh baya datang lalu menangisi jasadnya. Lalu kenapa Jiang Cheng seolah melimpahkan segala kesalahan kepada dirinya?

Bukankah dia juga pernah kehilangan bayinya karena kutukan dari Jiang Cheng? Tapi Jiang Cheng hanya menutup mata dan semua penderitaan yang dialami Jin Guangyao seolah tidak akan sanggup menghapus segala dosa-dosanya.

.

.

"Wei Wuxian!"

"A-Xian."

"A-Ying ..."

Mo Xuanyu berhenti ketika untuk kesekian kalinya mendengar suara samar yang memanggil seseorang. Dia berputar hanya untuk mendapati ruangan dimana dia berdiri nampak sepi. Namun suara itu masih terus terdengar. Suara tawa, makian bahkan terkadang tangisan. Mo Xuanyu semakin bingung. Tanpa sadar sesosok anak laki-laki berlari dan menyenggol dirinya. Seorang anak laki-laki lainnya mengejar dengan wajah kesal.

Mo Xuanyu tidak dapat mengabaikan hal tersebut dan mencoba mengikuti jejak kedua anak tersebut. Ia melihatnya, kedua bocah itu nampak bahagia berlarian di atas jembatan kayu kecil yang menghubungkan dengan gazebo di tengah kolam teratai. Mo Xuanyu tersadar ketika tidak lagi mendapati kedua bocah itu.

Hanya kesunyian dan seorang pria setengah baya yang menghabiskan waktunya di bawah sinar rembulan. Duduk tenang dengan sebuah cangkir di tangannya. Mata tuanya terlihat lelah dengan tatapan penuh kesepian. Tanpa sadar, kerinduan mengisi hati Mo Xuanyu.

"Mau teh?"

Mo Xuanyu terperanjat ketika pria itu menoleh. Dengan senyum tipis mengisyaratkan agar Mo Xuanyu datang untuk bergabung. Dengan ragu Mo Xuanyu berjalan ke arah gazebo. Dilihatnya sekeliling tempat itu. Nampak sepi dan menenangkan. Mo Xuanyu tidak pernah berpikir bahwa ada tempat seperti itu di Lotus Pier. Tentu saja, ini adalah pertama kalinya dia datang. Dia pikir tempat besar itu hanya dihuni oleh pemimpin sekte yang sekarang. Lalu siapa pria di depannya yang mempersilahkan dia untuk duduk?

"Kau datang dari Lanling Jin?"

Mo Xuanyu hanya tersenyum. Dia tahu pria di depannya bisa menebak dari mana dia berasal. Selain dari pakaian, tidak mungkin pria tua itu tidak tahu siapa yang akan memasuki rumahnya. Tatapan mata Mo Xuanyu berkeliaran hingga akhirnya semangkok biji bunga teratai mencuri perhatian. Hingga tanpa sadar ia menelan ludah membayangkan betapa enaknya makanan itu.

"Kau mau?"

Agak ragu Mo Xuanyu menjawab, "apakah boleh?"

Pria tua itu tersenyum dan menyodorkan mangkuk penuh biji bunga teratai ke arah Mo Xuanyu. Dia menerimanya dengan senang hati dan memakannya dengan lahap. Sesekali dia tersenyum lebar ke arah pria tua itu dengan wajah yang penuh kebahagiaan.

Senyum pria tua itu perlahan memudar ketika membayang bocah seusia Mo Xuanyu pernah bermanja-manja di depannya. Tanpa sadar dia tidak dapat menghentikan ingatannya untuk kembali jatuh pada masa-masa itu.

.

*

.

Wei Wuxian kecil berlari dengan sepotong roti yang kotor di dekapannya. Wajahnya penuh debu dengan luka gores yang mulai mengering. Mengabaikan rasa sakit di kakinya, Wei Wuxian melaju sedikit cepat menuju gang sempit yang kotor diantara bangunan tinggi di sekelilingnya. Dia mengambil nafas sebanyak yang dibutuhkan. Lalu menjatuhkan tubuhnya di tanah keras di bawahnya. Dengan wajah berbinar, dia memasukkan roti itu ke mulutnya. Memakannya dengan rakus seolah esok hari tidak akan datang lagi. Hidup di jalanan selama beberapa tahun telah mengajarkan banyak hal kepadanya.

Tidak ada orang baik. Jangan percaya kepada orang lain walau telah mengenalnya dengan sangat lama. Jangan sia-siakan makanan.

Wei Wuxian sekali lagi menggigit roti itu. Rasa sedikit pahit mengenai lidahnya. Dia tidak akan pernah protes dengan apapun rasa makanan yang didapat. Yang bisa dilakukan hanya mengunyahnya dengan cepat sebelum anjing-anjing jalanan merebut makanannya.

Air matanya jatuh perlahan. Dia telah bersaing dengan para anjing-anjing jalanan selama bertahun-tahun demi makanan. Berkali-kali harus merasakan gigitan anjing karena berebut sepotong roti daging yang didapat dari pedagang yang dermawan.

Wei Wuxian berhenti mengunyah ketika ia mendapati sepasang kaki besar berhenti di depannya. Dia menelan sisa makanan di mulutnya dengan kasar lalu buru-buru berdiri. Dia mencoba melarikan diri sebelum akhirnya tangan besar meraih pundaknya dan mencengkeramnya dengan kuat. Wei Wuxian menahan nafas sejenak. Dia berpikir nasibnya sudah selesai. Dia akan dijual lagi sebagai budak dan tidak akan bisa melarikan diri seperti sebelumnya. Namun pemikirannya itu sirna ketika suara lembut menyebut namanya.

"A-Ying ..."

Rasa rindu mendadak menghantam hatinya. Itu adalah panggilan sayang dari kedua orang tuanya dan tidak mungkin mereka kembali hidup. Tangan besar itu mencoba membalikkan tubuhnya dan Wei Wuxian hanya menurut. Wei Wuxian tertegun untuk sesaat melihat wajah lembut pria itu tersenyum kepadanya.

"A-Ying ..." Untuk kedua kalinya pria itu memanggilnya. Namun Wei Wuxian masih memandangnya dengan waspada.

"Ba-bagaimana Anda mengetahui namaku?" Wei Wuxian tidak bisa menahan rasa penasarannya. Selama orang tuanya hidup, tidak ada dari mereka yang pernah membahas tentang saudara yang lain. Bagaimana bisa ada orang asing yang mengetahui namanya?

"A-Ying, a-" pria itu berhenti berbicara untuk sesaat dan memandang Wei Wuxian dengan penuh rasa bersalah, "Paman telah mencarimu kemana-mana."

Wei Wuxian tidak sedikitpun melonggarkan kewaspadaan. Dia telah melalui banyak hal tentang bagaimana dia ditipu dan berakhir akan dijual di tempat perbudakan, "Paman?"

"Ya, a- Paman adalah teman lama ayahmu. Jiang FengMiang."

Wei Wuxian tidak dapat menahan tubuhnya untuk bergetar karena tidak sanggup lagi menahan beratnya hidup. Ia segera menghambur ke pelukan Jiang FengMiang. Selama ayahnya hidup, pria itu sempat bercerita bagaimana hidupnya sebelum akhirnya menikah dengan ibunya dan tinggal di kota Yiling. Jadi, ketika ia mendengar bahwa Jiang FengMiang berkelana untuk mencarinya, pertahanannya pun runtuh dan Wei Wuxian menangis sejadi-jadinya. Ia berharap bahwa masa-masa suram dalam hidupnya akan berakhir.

Dengan tangan besarnya Jiang FengMiang menggendong Wei Wuxian menuju dermaga. Selama perjalanan kembali ke Yunmeng Jiang, nampak Jiang FengMiang begitu memanjakan Wei Wuxian. Mereka akan berhenti di kota terdekat ketika Wei Wuxian lapar dan memberikan apapun yang bocah itu minta. Jiang FengMiang memberikan pakaian terbaik hingga wajah manis itu tidak lagi seperti anak jalanan.

Mendapatkan perhatian seperti itu tentu saja Wei Wuxian begitu bahagia. Wei Wuxian tidak akan menolak apapun yang sulit dia dapatkan selama ini.

"A-Ying, kita telah sampai."

Wei Wuxian menggeliat dalam pangkuan Jiang FengMiang. Dia membuka mata dan segera bangun, setelahnya berlari kecil keluar dari dalam kapal. Ia merasa takjub melihat bagaimana banyak bunga teratai mengapung sepanjang sungai yang menghampar. Ia bisa melihat dinding besar dengan lambang bunga teratai berdiri kokoh. Itu Lotus Pier, setidaknya itulah yang pernah ayahnya katakan setiap bercerita tentang hidupnya ketika masih muda.

Jiang FengMiang berjalan mendekati Wei Wuxian. Dia berdiri di samping bocah itu dan merangkulnya, "mulai sekarang kamu akan tinggal disini sebagai tuan muda."

Wajah Wei Wuxian segera berbinar. Dia bahagia. Dia tidak akan kelaparan lagi. Dia tidak perlu takut untuk berebut makanan dengan para anjing.

.

.

To be Continue ...