Actions

Work Header

Anjing Kecil

Summary:

Kau sangat menyayangi pacar manismu, Wrio namanya. Anak baik, anak lucu, anak pintar.

Namun, kau terpaksa menyudahi hubungan kalian pada malam itu.

Setelah itu, apakah kau akan benar-benar baik-baik saja?

Notes:

this has been rotting on my draft for weeks. no beta/proof read, review or anything so i hope this is still enjoyable somehow...

(See the end of the work for more notes.)

Work Text:

Kejadian tiga hari yang lalu masih membekas begitu nyata di ingatanmu.

Hari itu kamu baru saja pulang dari kampus setelah seharian penuh mengikuti kelas. Saat itu pukul delapan malam, tepatnya. Keinginan besar untuk segera menyapa kasurmu harus diurungkan mengingat adanya tugas yang harus segera diselesaikan malam itu juga.

Kau menyalakan laptop dan membuka WhatsApp, berniat memeriksa materi yang dikirimkan temanmu, tetapi segera diurungkan setelah melihat sebuah pesan yang masuk dari nomor tak dikenal. Refleks, kamu membuka pesan tersebut dan melihat dengan saksama video berdurasi sembilan menit itu.

Sejak pertengahan video, matamu terasa panas. Tak lama, kamu bisa merasakan air mata di pipimu.

Kamu menyaksikan video itu hingga selesai. Perasaan campur aduk menguasaimu, tetapi hanya kekosongan yang tersirat dari sorot matamu.

Menguatkan diri, kau mengirim pesan kepada pacarmu yang tinggal di kos seberang kosmu. Kau mengacak rambut sembari menundukkan kepala, membiarkan bising mengisi pikiranmu.

Tak lama, pintu kamarmu terbuka, menunjukkan seorang lelaki bersurai hitam dengan jaket abu-abunya. Wajahnya begitu khawatir, dan dengan cepat ia menghampirimu setelah menutup pintu kamarmu.

“Sayang...?”

Panggilan manis itu menyentuh hatimu untuk sesaat. Kamu mengangkat wajahmu, sekilas mengusap sisa air matamu, kemudian menyalakan kembali video yang sebelumnya kau tonton tanpa sedikit pun menatap lelaki di sampingmu.

“Nggak, bukan begitu, sayang... Aku bisa jelasin...”

Setelah terdiam menyaksikan video itu untuk beberapa saat, lelaki itu kembali bersuara. Jemari lentiknya segera menghentikan tayangan video di layarmu, kemudian ia membawa satu tangannya untuk meraih pipimu dan satu tangan lainnya untuk menggenggam tanganmu.

“Sayang, tolong dengerin—”

“Wrio, mulai hari ini kita putus, ya.”

 


 

Lima hari setelah mengakhiri hubungan dengan mantan pacarmu, kamu berusaha menjalani hari seperti biasa. Seperti sebelum kau putus dengan kekasih manismu, seperti sebelum kau menerima pesan anonim itu.

Sialnya, usahamu seakan sia-sia.

Mantan pacarmu sesekali masih mengirim pesan yang tak jauh dari memintamu untuk mendengar penjelasannya, ataupun memintamu untuk kembali bersamanya. Setiap berpapasan dengannya pun kau mengerti bahwa ia ingin sekali membujukmu, tetapi ia berusaha keras untuk tidak membuatmu semakin jengkel dengannya. Tak bisa kau elakkan bahwa manis tingkahnya masih memberikan getaran pada hati kecilmu.

Dan kau, menggagalkan usahamu sendiri dengan menonton kembali video itu.

Parahnya, terhitung sudah lima kali kau ejakulasi setiap menontonnya.

Seperti sekarang ini, kau duduk di kasurmu dan bersandar pada kepala ranjang sebagai posisi ternyamanmu. Tangan kiri memegang ponselmu, tangan kanan meraba penismu.

Video itu diawali dengan wajah yang sangat kau kenali, wajah Wrio yang memerah dilengkapi senyum kecilnya. Kau begitu hafal kalau wajah itu adalah wajah mabuk mantan pacarmu. Anak itu dengan manisnya memiringkan kepalanya, membuat rambut lucunya bergoyang.

Centil.

Kemudian kau mendengar dialog dan suara yang tak asing meski rupa sang pelaku belum ditampakkan di dalam video. Telah tertanam di ingatanmu bahwa selanjutnya Vidoc, seniormu di kampus, bertanya kepada mantanmu dengan suara lembutnya.

Wrio cantik, Wrio manis. Mau bilang apa ke kakak pacar?

Kakak pacar, ditujukan kepadamu. Meski hanya selisih beberapa bulan, anak itu sering memanggilmu demikian ketika kalian tengah bermanja. Namun, itu dulu, tentunya.

Mhmm, Wrio sayang kakak pacar...

Setelah menjawab, nafas Wrio tersentak sesaat. Kamera menyorot bagian bawah mantan pacarmu yang baru saja dilepas celananya, menampakkan kakinya yang refleks dirapatkan serta bokongnya yang terlihat begitu bulat.

Tak ingin diabaikan, kamu memijat penismu yang perlahan menegang. Tidak pernah sekalipun kau dan penismu dapat mengabaikan indahnya bokong anak manis itu.

Wrio mau diapain sama kak pacar?

Belum beralih dari sorotan sebelumnya, kini kamu dapat melihat penis Vidoc yang menyentuh bokong Wrio. Penis seniormu digesekan di antara bongkahan bulat di sana, seakan memancing mantanmu dan dirimu sekaligus.

Mau... Mau diewe... Mau dikontolin sama kak pacar...

Kayak gini?

Vidoc menyelipkan penisnya di antara kedua paha Wrio, kemudian menarik dan mendorongnya dengan mudah akibat licinnya cairan yang keluar dari lipatan kemaluan si manis yang tembam.

Iya... Mau masukin kontol kakak ke memek Wrio...

Dek Wrio juga harus tau kalau saat ini kakak sangat ingin membuatmu penuh dan menghamilimu, batinmu.

Kamu mengeratkan remasan pada kejantananmu, membayangkan bahwa milikmu lah yang dijepit di antara dua paha tebal Wrio. Tak lupa menambah sedikit cairan pelumas ke penismu, kau membayangkan cairan bening Wrio yang menyelimuti penismu, terasa basah dan hangat akibat gesekan milikmu dengan miliknya yang begitu sensitif.

Tetep mau walaupun kontol pacarmu kecil, hm? Emangnya berasa, cantik?

Kating bajingan. Berapa kali pun kau mendengarnya, umpatan itu lah yang otomatis terlintas di benakmu.

Yah, walaupun nyatanya milikmu memang tidak sebesar milik si senior brengsek.

Uhm, gak apa-apa... Soalnya Wrio sayang kak pacar, mau kakak pacar terus...

Tak habis pikir bagaimana bisa anak itu tetap memikirkanmu hingga detik-detik akan bersanggama dengan orang lain.

Namun persetan, karena detik selanjutnya sang kamerawan menyorot bagaimana penis sang senior yang ditelan habis oleh lipatan tembam Wrio, menghasilkan suara si manis yang melengking dengan begitu sensualnya.

Beberapa tusukan, kemudian kamera beralih menyorot wajah Wrio yang mulai berantakan. Kemudian, kembali ke bagian bawah setelah pinggul Vidoc bergerak semakin cepat. Kamerawan amatir itu memastikan ia mendapat porsi durasi yang imbang antara wajah si cantik dan tubuhnya yang binal.

Mengikuti apa yang ditontonmu, kau mengimbangi gerakan tanganmu, lengkap dengan menstimulus kepala penismu kala membayangkan milikmu menyentuh ujung liang mantan pacarmu.

Kamu begitu menikmati dirimu yang semakin tinggi hingga tak menyadari bahwa video di layarmu telah memasuki babak selanjutnya, di mana kini kamera menyorot Wrio yang tengah dibuka bajunya dan menampakkan dadanya yang besar.

Matamu kini berfokus pada layarmu, tepatnya pada kedua sisi dada mantan kekasihmu yang diremas dengan kasar oleh sang senior sebelum diberi tamparan di sana. Tak tahan, sang kamerawan ikut menyentuh dada Wrio, meremasnya gemas sebelum meraba dan memilin puting yang mencuat di sana.

Gak tahan ya lu, Laverune? Emang enak banget badan nih lonte semok, mana gampang banget dipakenya.

Vidoc melayangkan ucapannya kepada rekannya, yang disusul oleh kekehan oleh keduanya.

Yang tubuhnya dimainkan hanya merancau tak jelas di antara desahnya, tak peduli dengan bagian atas atau bawahnya yang penting dirinya dimanjakan.

Terbesit memori di mana dulu tanganmu selalu dibawa ke dada kenyal itu setiap kali dirimu merasa tertekan, tetapi langsung digantikan dengan bayangan kala dadanya disodorkan ke wajahmu, diiringi rengekannya yang memaksamu untuk menghisap salah satunya serta memainkan sisi lainnya.

Hanya dengan membayangkannya saja membuatmu mengeluarkan cairan bening di ujung penismu.

Kau terus mengejar puncakmu, bertepatan dengan masuknya kepada potongan terakhir dari video itu. Kurang lebih, dirimu sudah hampir hafal sisa isinya. Karena itu, kau memilih untuk memejamkan matamu, fokus mendengarkan desahan dan lenguhan yang diluncurkan oleh mantanmu sekalian membayangkan dirimu yang membuatnya sekacau itu.

Bareng ya, adek cantik.

Ahh, kakak... Kakak— hamilin aku!

Vidoc mengeluarkan penisnya dan menyemburkan spermanya ke arah pantat Wrio, sedangkan yang lebih muda mengeluarkan air seninya dengan deras hingga tubuhnya bergetar. Sebelum video berakhir, Laverune ikut mengeluarkan cairan putihnya hingga mengenai dagu, dada, dan perut adik tingkatnya.

“Kencing gitu mana bisa hamil, anak anjing goblok.”

Umpatmu setelah mencapai klimaks bersama para pemeran di layar ponselmu.

 


 

Hari ini minggu keduamu tanpa Wrio sebagai kekasihmu. Hari ini pula, kau akhirnya mengajak anak manis itu untuk bertemu di kafe favorit kalian guna meluruskan semuanya.

Kamu mendengarkan segala ceritanya. Ia yang dijebak, serta ia yang merasa begitu menyesal dan bersalah kepadamu. Lelaki itu berharap dapat berhubungan baik lagi denganmu meski ia tak begitu percaya diri setelah apa yang menimpanya. Dan kau menimpalinya dengan rangkaian kata yang menenangkan, mengatakan bahwa itu sama sekali bukan salahnya. Kau menjelaskan bahwa dirimu telah selesai menata hati dan sudah memaafkannya beserta segala keadaan yang telah terjadi. Pada akhirnya, kalian sepakat untuk membangun kembali hubungan baik, karena bagaimana pun juga kalian masih saling menyimpan rasa untuk satu sama lain.

Kalian mengakhiri pertemuan itu dengan sebuah pelukan. Hangat, terlebih dengan Wrio yang mendekapmu begitu erat seakan tak ingin dilepas lagi. Sayangnya, setelah ini kau memiliki tujuan lain sehingga tidak dapat mengantarnya pulang. Kau membawa tangan kananmu ke atas kepala si manis untuk menepuknya dan mengacak singkat rambut tebalnya, menghadirkan rona merah yang jelas di pipinya.

“Kalau udah sampai kos, jangan lupa kabarin ya.”

“Iya, kak! Daaah!”

Setelah bertukar lambaian tangan dan melihatnya pergi menjauh, kau membuka ponselmu untuk sesaat, kemudian pergi ke minimarket terdekat untuk membeli beberapa keperluanmu.

Tepat setelah keluar dari pintu toko, kamu merasakan getaran dari ponselmu. Alih-alih kabar baik, kau melihat pesan darurat dari sosok yang baru saja berpisah denganmu. Kau menerima lokasi lelaki itu beserta rekaman suara sebagai konteks.

Tanpa menunggu lama, kamu segera membawa motormu menuju lokasi yang terdekteksi persis bersadarkan posisi ponsel Wrio. Tepatnya, kau pergi menuju sebuah motel yang beberapa kali pernah kau lewati.

Perjalanan lima belas menit terasa cukup lama dengan pikiranmu yang dipenuhi oleh berbagai skenario. Melihat sekilas langit yang mulai gelap, jantungmu berdebar lebih cepat dari sebelumnya.

Sesampainya di sana, kau segera memarkir motormu dan sesekali memeriksa ponselmu. Kau membawa langkahmu ke dalam bangunan itu tanpa terburu dan mencari sebuah kamar spesifik di ujung koridor.

Benar saja. Pintu yang tak terkunci itu kau buka, memperlihatkan Wrio yang telah dilucuti pakaiannya dan digerayangi tubuhnya oleh dua pria. Dua pria yang kau kenal. Dua pria yang sama seperti yang ada di video itu.

Kau bisa melihat Wrio yang berusaha keras untuk menolak kedua lelaki itu dengan sisa tenaganya meski basah pada kemaluannya tak dapat ia kendalikan.

“Kak... Kakak...”

Panggilan lemah itu kau dengar kala netra sayunya melihatmu yang tengah mengusir kedua bajingan itu darinya. Tak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk beradu fisik, kedua katingmu pergi begitu saja setelah kau beri sedikit ancaman.

Fokusmu kembali kau alihkan kepada sosok menyedihkan yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Firasatmu berkata bahwa Wrio masih berada di bawah pengaruh obat yang diberi katingnya. Ujung matanya masih basah oleh air mata, matanya memerah akibat terlalu banyak menangis, lengannya memerah akibat cengkeraman yang terlalu kuat, dan suaranya serak akibat terlalu banyak berteriak.

“Shh, kakak di sini, sayang.”

Kau duduk disampingnya, menyibak poninya yang basah oleh keringat sebelum mengelus lembut surai gelapnya. Seakan memaksakan kondisinya, Wrio duduk untuk mengalungkan tangannya pada lehermu dan membenamkan wajahnya di bahumu.

“Takut... Aku takut kalau gak ada kakak...”

“Iya, sayang. Kakak di sini, kamu aman sama kakak.”

Tanganmu terus mengelus rambut dan punggungnya, memberi rasa aman melalui sentuhanmu kepada tubuhnya yang masih bergetar.

Setelah nafasnya lebih teratur, tubuh Wrio kau sandarkan pada kepala ranjang. Kamu meraih sebuah botol air mineral yang masih tersegel dari nakas, membukanya dengan cepat, dan memberikannya kepada anak itu.

Selesai memastikan dia telah menenggak cukup air, kau menaruhnya kembali di nakas. Kau merasakan remasan lemah pada jemarimu, seakan sang pelaku mengemis perhatianmu untuk menautkan tatapan mata kalian.

“Kak, aku kotor... Tolong bersihin aku...”

Kau mengerti ucapannya, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Kau mengerti bagaimana hancurnya anak manis itu, tetapi tidak bisa menghapus perasaannya kepadamu. Kau mengerti bagaimana inginnya dia akan dirimu, tetapi juga membutuhkanmu untuk membersihkan dirinya yang hina.

Kening Wrio kau kecup singkat, memberi isyarat bahwa kali ini kau benar-benar siap menemaninya bangkit kembali.

Ketika kau berniat beranjak pergi ke kamar mandi untuk mengisi bak berendam, sebuah tangan refleks menahanmu.

“Jangan pergi, jangan tinggalin Wrio sendirian. Wrio mau sama kakak terus...”

“Kakak mau isi bak untuk kamu berendam, sayang. Nanti kakak antar ke sana kalau airnya udah penuh, oke?”

“Nggak, gak mau... Pokoknya mau sama kakak...”

Kau tersenyum simpul mendengarnya.

Atau, mungkin kau tak sengaja menarik salah satu ujung bibirmu terlalu jauh untuk sekadar tersenyum simpul.

Tak ingin Wrio menghabiskan energinya hanya untuk merengek, kau memutuskan untuk menggendongnya ke kamar mandi dan menurunkannya di dalam bak berendam yang masih kosong. Kamu memastikan bahwa air yang mulai kau isi memiliki hangat yang pas untuk si manis, kemudian meraih ponsel yang sebelumnya kau masukkan di saku celanamu.

“Sebentar ya, kakak ada sedikit urusan.”

Kau terlalu sibuk dengan ponselmu hingga tak melihat anggukan Wrio. Beberapa pesan memenuhi notifikasi ponselmu, dan tak sadar membuatmu berdecak. Jemarimu kau bawa untuk mentransfer sejumlah uang kepada seseorang sebelum beralih ke sebuah ruang obrolan.

Sebelum emosimu kembali meledak, kau mematikan ponselmu dan meletakkannya sembarang. Perhatianmu kembali kepada Wrio yang sedari tadi tak sedikit pun mengalihkan pandangannya darimu.

“Iya, kenapa, dek?”

“Sini, ikut masuk sama aku. Mau dipeluk kakak.”

Tak tega menolak keinginannya, kamu menanggalkan pakaianmu dan ikut masuk ke dalam bak. Kamu memposisikan dirimu pada ruang yang diberi Wrio di belakangnya dan merengkuh erat tubuh yang bersandar kepadamu.

Tangannya mengelus tanganmu yang melingkari tubuhnya, dan kau balas dengan kecupan di kepala dan pipinya.

Sungguh, kali ini kau benar-benar berjanji bahwa inilah akhir dari rangkaian kegilaan semesta.

Kali ini kau berjanji bahwa titik ini akan menjadi awal kebahagiaan kalian yang sesungguhnya, karena kini hanya ada kau dan dirinya.

Hanya kau lah tempatnya bergantung, hanya kau lah tempatnya berlindung. Setelah pelajaran ini, tak mungkin ia mengalihkan pandangannya darimu lagi.

Setidaknya begitu lah yang kau harapkan.

 


 

Bonus: Di balik layar.

Pertama.

Pertama

Kedua.

Notes:

ayo ngebrainrot bareng di sini