Actions

Work Header

Rating:
Archive Warning:
Category:
Fandom:
Relationship:
Characters:
Additional Tags:
Language:
Bahasa Indonesia
Stats:
Published:
2025-08-09
Words:
2,000
Chapters:
1/1
Comments:
3
Kudos:
85
Bookmarks:
5
Hits:
1,101

Love and Bully

Summary:

Berkisah setelah insiden penembakan, di mana Gyu Jin dikeluarkan dari sekolah dan Seong Jun yang mengalami perubahan setelah kejadian tersebut.

Work Text:

Setelah kasus penembakan yang terjadi di sekolah, sikap Kang Seong Jun perlahan berubah pada Park Gyu Jin. Dia mulai kembali menaruh perhatiannya pada lelaki itu lagi, namun dalam artian yang berbeda.

Park Gyu Jin, atau yang biasa dipanggil Gyu Jin kini tak lagi bersekolah setelah insiden penembakan. Pihak sekolah mengeluarkan dirinya karena terlibat dalam kasus penembakan massal yang dulunya terjadi. Hukumannya diperparah dengan bukti senjata yang hampir ia gunakan untuk mengakhiri hidup Kang Seong Jun di waktu kejadian itu.

Waktu pun berlalu dengan Seong Jun yang mencoba bangkit dari traumanya. Meski dirinya masih bisa selamat, kilas balik bayangan saat Gyu Jin hampir membunuhnya masih terekam jelas di kepalanya.

Namun ada satu hal yang ia sadari. Momen ketika Gyu Jin menangis di pelukan petugas Lee yang datang menyelamatkan, membuatnya tiba-tiba merasa bersalah. Dan di sinilah dia sekarang, di restoran kecil milik ibu Gyu Jin sebagai seorang pelanggan.

Hujan yang turun deras di luar sana menciptakan hawa dingin yang tak tertahankan. Seong Jun duduk menunggu pesanannya di meja dekat kaca tanpa melepaskan hoodie tebalnya.

Wanita paruh baya itu, yang tak lain dan tak bukan ibu dari Gyu Jin tampak cekatan melayani pelanggan satu persatu. Senyum ramah tak pernah luntur di wajahnya. Sedari tadi Seong Jun memerhatikannya dengan ditemani perasaan bersalah.

"Maaf, menunggu la—"

Suara itu terhenti ketika Seong Jun menoleh pada orang yang membawakan sup hangat pesanannya. Tatapan orang itu berubah ketakutan, seperti masih menyimpan kenangan buruk.

"Fu–maksudnya, Gyu Jin."

Gyu Jin langsung mengalihkan wajahnya ketika tahu bahwa salah satu orang yang datang kemari adalah Seong Jun. Pelaku bullying yang selama ini membuat kehidupan sekolahnya seperti di neraka hingga hampir bunuh diri dan melakukan pembunuhan.

Ia menaruh cepat nampan berisikan sup hangat dan bergegas pergi. Namun tanpa ia duga, Seong Jun lebih duluan berdiri sembari menahan satu tangannya. Ada rasa hangat di sana, tapi yang muncul di benaknya adalah sentuhan Seong Jun ketika menyakitinya.

Perhatian pelanggan lain tertuju pada mereka bahkan ibu Gyu Jin pun ikut penasaran melihat putranya ditahan oleh seorang pelanggannya. Akan tetapi ia tidak ikut campur dan berharap putra satu-satunya akan baik-baik saja.

"B-bisa temui aku setelah kau selesai bekerja? Ada yang ingin aku bicarakan dengan dirimu." Kata Seong Jun jelas.

Gyu Jin yang masih membelakangi Seong Jun tak bereaksi atau memberikan jawaban. Ia mencoba melepaskan tangannya, tapi Seong Jun semakin mengeratkan genggaman itu.

"Kau menyakitiku." Ucap Gyu Jin dingin.

Seong Jun refleks melepas genggaman tangannya ketika mendengar suara kecil Gyu Jin. Ia tidak tahu kalau perbuatannya tadi dianggap sebagai perlakuan kasar oleh lelaki itu.

"M-maafkan aku. Tapi aku akan di sini, menunggumu. Aku tidak akan pergi sebelum kita membicarakannya, Gyu Jin."

Tak ada balasan lagi untuknya. Gyu Jin berlalu tanpa meninggalkan sepatah kata dengan menundukkan kepala.

Seong Jun kembali duduk di tempatnya. Wajahnya kini terlihat risau. Matanya menatap lekat sup hangat yang tadi dibawakan Gyu Jin untuknya.

"Tentu saja dia akan menjaga jarak dariku. Selama ini, aku tidak pernah sekalipun menghargai dirinya dan malah memperlakukan dia seenak hati. Bisa-bisanya aku berpikir dia akan setuju untuk diajak berbicara setelah semua kesalahan yang kuperbuat padanya." Seong Jun menumbuk pelan meja. Getaran kecil tercipta. Ekspresinya pun berubah marah, tapi itu untuk dirinya.

Restoran kecil itu akhirnya tutup di penghujung malam dengan hujan yang masih mengguyur deras. Gyu Jin pulang tak bersama ibunya karena ada beberapa urusan yang harus dia selesaikan di restoran tadi. Meski kata-kata Seong Jun sempat mengusiknya selama beberapa waktu, dia tetap mencoba untuk berpikir jernih dan tidak terbawa situasi.

Gyu Jin menembus hujan dengan payung hitam di tangannya. Ia melewati gang yang biasa ia lalui dengan seorang diri. Tempat itu yang biasanya sepi kini bertambah sunyi karena hujan besar belum reda sedari tadi.

Namun langkahnya terpaksa berhenti ketika di bawah tiang lampu di depan sana, terdapat sosok pria yang berdiri diam seperti sedang menunggu seseorang. Rasa takut dan cemas langsung merayapi dadanya ketika melihat sosok orang tersebut.

Kaki Gyu Jin terasa berat untuk menjauh saat orang itu semakin mendekatinya. Sorot cahaya lampu jatuh mengenai wajah lelaki tersebut. Di antara air hujan yang mengenainya, wajah pucat Seong Jun menatap datar ke arah Gyu Jin. Getaran kecil terlihat di bahunya.

"Aku tahu kamu ketakutan. Tapi aku tak berniat jahat padamu, Gyu Jin. Aku hanya ingin bicara dan meminta maaf untuk semuanya!" Seong Jun sedikit berteriak agar ucapannya tersampaikan di antara seruan suara hujan.

Payung yang Gyu Jin pegang tak stabil karena rasa takut melanda sekujur tubuhnya. Di tambah lagi, jarak mereka hanya sejengkal membuatnya kembali mengingat bayang-bayang penindasan di masa lalu.

"T-tolong jangan ganggu aku lagi. Aku sudah tidak punya apa-apa. Sahabatku satu-satunya masuk penjara dan aku juga dikeluarkan dari sekolah. Masyarakat juga melihatku dengan tatapan yang aneh." Gyu Jin tak berani menatap mata Seong Jun meski lelaki yang berdiri di depannya tak menunjukkan niat jahat.

Rasa bersalah kembali memenuhi isi hati Seong Jun melihat Gyu Jin yang tampak begitu ketakutan. Tatapannya mengiba, ia maju selangkah namun pemuda itu ikut mundur selangkah. Seolah-olah tak ingin mengikis jarak di antara mereka lagi.

"Gyu Jin, maafkan aku atas segalanya. Aku tahu permintaan maaf ini tidak akan pernah memperbaiki kesalahanku di masa lalu. Tapi aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku yang sekarang telah menyesali semuanya." Suara Seong Jun terdengar tulus meski di telan riuhnya hujan.

Gyu Jin masih tak berani menatapnya. Ia membuang muka ke samping. Sesekali dia meneguk ludah dan berharap agar situasi ini segera berlalu.

"Jika ada yang bisa aku lakukan untukmu untuk menebus segala perbuatan jahat itu, maka katakan saja, Gyu Jin. Jangan ragu." Seong Jun tak mengalihkan pandangannya dari Gyu Jin.

"Kamu tidak menarik pelatuk pistolnya di hari itu mungkin karena ada alasan lain. Bisa saja, alasannya adalah hari ini. Hari di mana aku sadar akan kesalahanku dan datang padamu untuk meminta maaf."

Perlahan, Gyu Jin mulai meliriknya. Perkataan Seong Jun mulai menggapai sisi terdalam hati lelaki itu. Yang ia butuhkan hanyalah usaha ekstra dengan ketulusan yang menyertainya.

"Gyu Jin, bukan salahmu harus berakhir seperti ini. Dari awal pun, kau tidak pernah melakukan kesalahan. Justru aku yang memberikan penderitaan itu di hidupmu. Karena keegoisanku pula, masa depanmu ikut hancur. Aku tidak akan berusaha menutupinya lagi apalagi jika di depanmu."

Gyu Jin memberanikan diri melihat wajah Seong Jun. Hal pertama yang ia temukan di sana adalah wajah itu terlihat pucat di bawah guyuran hujan. Namun ada ketulusan yang tersirat dari sorot matanya. Sesuatu yang dari dulu ia inginkan dari Seong Jun.

"Tidak masalah kalau kau sudah tidak ingin berbicara lagi denganku. Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku masih hidup adalah berkat dirimu, Gyu Jin." Seong Jun maju selangkah, tapi kini Gyu Jin tak melebarkan jarak seperti tadi.

"M-maafkan aku, Gyu Jin." Suaranya mulai bergetar, bibirnya ikut gemetaran ketika mengatakan itu. "S-semoga masih banyak kebahagiaan yang akan menghampirimu s-setelah ini. Aku akan mendoakannya u-untukmu."

Seong Jun mengakhiri kalimatnya dengan satu senyum hangat. Senyum yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun selama ini. Dan senyum itu menjadi yang pertama ia berikan kepada Gyu Jin.

Setelah mengatakan semua isi hatinya, Seong Jun menyerah pada dinginnya hujan dan matanya menutup begitu saja. Tubuh yang sedari tadi bergetar karena kedinginan akhirnya sampai di titik batasannya. Ia tumbang, namun Gyu Jin segera menahannya tanpa ragu.

"S-Seong Jun?"

Gyu Jin mulai panik di waktu yang sama. Ia tidak tahu harus berbuat apa setelah semua hal yang Seong Jun katakan padanya.

"Bertahanlah, Kang Seong Jun!" Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya. Melihat tak ada respon, Gyu Jin menarik tubuh Seong Jun merapat ke arahnya, tak memedulikan basah atau tetesan air hujan yang mulai ikut menyerangnya.

Ia mengalungkan satu lengan Seong Jun di pundaknya. Dengan satu tarikan napas, ia membopong tubuh pemuda itu yang lebih besar darinya. Gyu Jin mengerahkan seluruh tenaganya, membawa Seong Jun balik ke rumah meski ia masih belum sepenuhnya memaafkan orang itu.

***

Di dalam kamar, tepatnya di atas kasur, Gyu Jin mengompres kening Seong Jun dengan kain basah. Setelah melepaskan dan mengganti pakaian pria itu, ia merawatnya tanpa pamrih dan penuh kehati-hatian.

Seong Jun masih belum sadar setelah pingsan yang tiba-tiba menyerang tubuhnya. Di atas kasur Gyu Jin, dia tampak tertidur dengan wajah yang lelah. Gyu Jin duduk di sampingnya dalam diam, menatap orang itu yang dulunya sangat ingin ia bunuh.

"Gyu Jin, maafkan aku. Sungguh..." Seong Jun mengigau. Gyu Jin tak bereaksi meski pemandangan itu sedikit menggelitik hatinya.

Waktu terus berjalan dengan hujan deras yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera usai. Gyu Jin memutuskan berbaring di futon tepat di samping ranjang setelah beres merawat Seong Jun yang masih tertidur.

Ruangan kamar itu remang-remang setelah lampu di matikan. Sumber cahaya hanya dari lampu jalanan yang berhasil menembus tirai jendela. Gyu Jin yang masih terjaga berbaring sambil menatap langit-langit kamar.

"Mungkin aku tidak akan bisa memaafkan perbuatanmu, Seong Jun." Katanya lirih. "Banyak luka dan rasa sakit yang aku lalui karena dirimu selama ini. Meski kau meminta maaf, rasanya masih tetap sama."

Gyu Jin menaruh lengan kanannya tepat di kening. Matanya tertutup, mencoba menikmati suara hujan untuk mengusir pikiran-pikiran yang datang dari masa lalu.

Saat kantuk baru saja dirasakan, ia menyadari gerakan kecil dari atas kasur. Gyu Jin terpaksa membuka matanya dan bangkit. Ia melirik ke arah Seong Jun yang ternyata menggigil kedinginan.

Gyu Jin pun berdiri dan menghampiri pria itu. Ia menghela napas, lalu membuang ke samping tatapan sejenak. Setelah cukup berpikir, kaki Gyu Jin bergerak kecil. Ia menyingkap selimut yang menutupi tubuh Seong Jun.

Gyu Jin tak berpikir dua kali saat memutuskan untuk berbaring di sisi Seong Jun yang selama ini notabenenya adalah seorang pembully. Meski di masa lalu mereka adalah dua orang yang berada di posisi berbeda, Gyu Jin mencoba tak ingin selamanya berada di titik yang sama.

Ia tahu, Seong Jun tulus mengatakan semuanya yang tadi. Namun ia juga tak bisa berbohong kalau masih ada ketakutan yang mengendap di sudut batinnya. Ia hanya takut terluka, setelah banyaknya masalah hidup yang menghadangnya.

Tubuh Seong Jun yang menggigil menarik perhatian Gyu Jin lagi. Ia meliriknya, "Ternyata dia selemah itu dengan udara dingin."

Ia menyingkap selimut hingga ke batas leher mereka. Gyu Jin mengubah posisinya menghadap ke arah Seong Jun. Dalam keheningan malam, wajah tertidur itu tampak polos di matanya.

"Atau mungkin ada kesempatan yang bisa aku berikan padamu, Seong Jun."

Tak ada jawaban dari Seong Jun untuknya. Pria itu jauh mengelana ke alam mimpi. Gyu Jin akhirnya merapatkan tubuhnya, mencoba memberikan kehangatan di malam yang dingin.

Namun Gyu Jin yang baru saja menutup mata untuk tertidur tiba-tiba terbelalak ketika menyadari ada tangan besar yang ingin membuatnya semakin mendekat. Ia melirik tangan itu yang ada di balik selimut, kaget karena tangan Seong Jun seperti ingin tubuhnya berada dalam jangkauannya.

Seong Jun yang masih tertidur merubah posisi baringnya sama seperti Gyu Jin. Dia yang tak sadar melingkarkan tangan kanan di pinggang Gyu Jin. Nalurinya yang mencari kenyamanan membuat tubuhnya bergerak begitu saja.

"S-Seong Jun?!" Gyu Jin kaget dan mencoba memberi jarak. Namun saat dia melihat wajah tidur Seong Jun yang kini diliputi kelegaan, ia langsung menghentikan niatnya.

Gyu Jin membiarkan Seong Jun memeluk dirinya dengan saling berhadapan. Meski isi kepalanya menyuruh untuk pergi, namun ia lebih mendengarkan seruan hatinya untuk tetap berada di posisi itu. Menikmati momen kecil bersama Seong Jun yang dulunya adalah musuhnya.

Gyu Jin menghela napas pendek sebelum memutuskan untuk kembali menutup mata. Di malam ini ia ingin segera tertidur. Pertemuannya dengan Seong Jun cukup menguras tenaganya. Meski terpaksa tertidur di samping pria itu, setidaknya ada kehangatan nan menenangkan yang bisa ia nikmati.

Malam yang panjang tetap berlanjut dengan dingin yang semakin menusuk. Seong Jun akhirnya berani membuka matanya setelah mendengar dengkuran halus Gyu Jin di sampingnya. Matanya yang teduh menatap wajah lelaki itu yang hanya berjarak sejengkal darinya.

"Maaf aku berbohong lagi, Gyu Jin. Aku hanya ingin tertidur di sampingmu seperti ini." Lirihnya, lalu merapatkan tubuhnya pada Gyu Jin. Tangan kanannya yang mengalung di pinggang Gyu Jin seperti rantai yang menjadi penghubung mereka.

Malam yang dingin menjadi penutup hari bagi mereka berdua. Meski jalan baru masih terasa samar bagi Seong Jun, ia sudah memiliki harapan dari kesempatan kecil yang diberikan Gyu Jin untuknya. Kesempatan yang mungkin menjadi kunci bagi mereka untuk memulai hidup baru.