Chapter Text
Kise meneguk air di dalam botol yang diberikan oleh manager-nya. Ia menyeka keringat di keningnya setelah menghabiskan air yang tersisa setengah itu. Pemotretan kali ini benar-benar berat ketika ia harus berdiri di bawah terik matahari. Dan lagi, musim panas kali ini benar-benar membuat semua orang ingin mendinginkan tubuh mereka di bawah AC.
Kise mendesah, tidak habis pikir kenapa ia mau menerima tawaran ini. Ia bahkan selalu menolak untuk pemotretan di bawah terik matahari ketika musim panas.
Dengan mata agak sayu, Kise memperhatikan para kru dan staff yang sedang sibuk membereskan peralatan. Kali ini pemotretan berjalan agak lama dibanding sebelumnya. Kise menatap sekeliling. Tidak ada salahnya mencari pemandangan yang bisa membuatnya tertarik, bukan?
Dan pemandangan di depannya membuat Kise melotot hingga berdiri dari bangku yang ia duduki. Tanpa sadar ia berjalan ke arah seseorang yang tengah bersantai sembari memainkan bola basket di tangan besarnya.
Perlahan Kise menajamkan penglihatannya. Ingin ia meyakini jika yang ia lihat sekarang bukanlah orang itu. Namun kenyataanya Kise memang tidak salah lihat.
Ia berhenti tepat di depan orang tersebut. Mata tajamnya menatap orang tersebut. Bibirnya ingin menyapa, namun kalimatnya seolah tertahan. Hingga pada akhirnya ia berusaha sekuat tenaga untuk mengucapkan nama itu.
"Kiyoshi!"
Kise dapat melihat mata redup itu menatapnya kaget sebelum akhirnya ia mendapatkan senyuman. Kise dapat melihat keterkejutan di wajah lelah Kiyoshi.
.
.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Kise sembari menyenderkan punggungnya di sandaran bangku yang ia duduki bersama Kiyoshi.
"Baik. Seperti biasanya."
Kise menatap wajah Kiyoshi yang nampak tersenyum. Pemuda itu memang pandai menyembunyikan sesuatu.
"Kukira kau masih di Amerika. Karena Murasakibara tidak pernah lagi ke Tokyo." Kise memainkan kedua kakinya yang nampak santai di atas rerumputan.
"Yah, mungkin karena kami tidak lagi saling bertukar pesan, jadi dia tidak tahu aku sudah kembali."
Kise memalingkan wajahnya lalu menatap langit biru di atas sana. Sejujurnya ia kurang tahu bagaimana hubungan tentang kedua temannya itu. Dibilang pacaran, mereka selalu terlihat kurang akrab. Namun dibilang tidak mempunyai hububngan pun rasanya aneh karena mereka pernah saling dekat.
"Sesekali datanglah ke Akita jika sedang ada waktu luang."
"Akan kuusahakan."
"Kau masih bermain basket?" Kise melirik bola basket di tangan Kiyoshi. Bukan jawaban hanya senyum yang Kiyoshi berikan.
Kise bangkit dari duduknya lalu menatap Kiyoshi sejenak, "baiklah! Aku harus kembali bekerja."
"Orang terkenal seperti dirimu pastilah sibuk, ya?"
Kise hanya tertawa mendengar penuturan Kiyoshi. Ia terseyum lalu berbalik. Berjalan meninggalkan Kiyoshi yang masih terdiam di bangku itu.
"Hei, Kiyoshi!"
Kise berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang ketika mendengar suara Hyuga tengah berteriak memanggil Kiyoshi. Namun pemuda itu hanya tertawa tanpa bangkit dari bangku. Kise manatap tajam Hyuga yang berjalan sembari mendorong sesuatu menuju Kiyoshi.
"Sudah kuduga!" ujar Kise lirih lantas kembali berjalan.
.
.
Your Lies
.
.
"Aku bertemu Kiyoshi."
Murasakibara hanya diam tidak menanggapi kalimat dari Kise. Ia memainkan es batu di gelas layaknya anak kecil yang sedang bermain. Membuat Kise setengah kesal dan ingin memukul sahabatnya itu. Bagaimana bisa ia yang jauh-jauh datang dari Tokyo ke Akita malah mendapatkan sambutan seperti ini.
"Murasakibaracchi!" ucap Kise hampir berteriak, "harusnya kau terkejut atau senang dan bukannya malah biasa-biasa saja.
Murasakibara menghentikan gerakan tangannya lalu menatap tajam Kise, "Ahh Kichin .. Itu merepotkan." Murasakibara memasang wajah masa bodoh.
Kise mendesah. Percuma memarahi Murasakibara. Jika tahu begini jadinya, harusnya dia tidak usah datang ke Akita demi memberitahukan tentang pertemuaannya dengan Kiyoshi. Harusnya ia tetep diam di Tokyo sampai si bodoh itu mencari sendiri keberadaan Kiyoshi.
"Merepotkan?" Kise menatap Murasakibara, "lalu siapa yang terburu-buru mengejar Kiyoshi sampai lupa membawa uang yang cukup untuk bermalam di Amerika," ledeknya dengan senyum meremehkan.
Namun Murasakibara haya diam. Tangan besarnya menggenggam gelas kaca yang mulai retak itu. Membuat Kise sedikit merasa ngeri. Ia mendorong kursinya sedikit ke belakang. Ini gawat karena telah membuat Murasakibara terlihat marah.
"Murasakibaracchi."
"Ah, Kicchin, kau membuat mood-ku buruk." Murasakibara melepaskan gelas yang sudah pecah itu, "aku mau pulang."
Kise menghela nafas. Pemuda di depannya memang aneh. Sekalipun ia lama berteman dengan Murasakibara, namun bukan bearti ia dapat memahami pemuda besar itu. Bagaimana bisa Kiyoshi yang lembut itu menghadapi pemuda mengerikan macam Murasakibara? Kise hanya bisa membatin.
"Jika kau mau menemui dia, kau bisa datang ke alamat ini."
Kise meletakkan selembar kertas ke atas meja lalu beranjak dari kursinya. Sekali lagi ia menatap kertas itu lalu berbalik meninggalkan Murasakibara. Ia yakin jika Murasakibara akan mengambil kertas itu.
.
.
Your Lies
.
.
"Aku bertemu Kiyoshi."
Suara Kise masih terus terngiang di telinga Murasakibara. Jika boleh jujur, ia juga ingin menemui Kiyoshi. Namun harga dirinya yang terlalu tinggi itu selalu bersikap egois. Jika pada akhirnya ia bertemu Kiyoshi, apa yang harus ia katakan? Hai, selamat datang atau bagaimana kabarmu?
Murasakibara mengacak rambutnya. Ia masih belum bisa melupakan kejadian setahun lalu hingga membuatnya berhenti bermain basket, walau banyak pencari bakat yang terus saja mengejarnya.
"Hentikan semua ini!"
Bahkan bayangan wajah Kiyoshi hari itu masih terlihat jelas diingatannya. Wajah kesakitan yang enggan untuk mengalah. Walau Kiyoshi tidak mampu berdiri dengan baik karena cidera di kedua kakinya.
"Aku hanya ingin menang sekali ini saja Murasakibara."
Meski pada akhirnya ia tidak memberikan kesempatan satupun untuk Kiyoshi memasukkan bola basket ke dalam ring. Bukan karena ia tidak mau Kiyoshi menang, hanya saja ia tidak bisa melihat raut kesakitan dari wajah Kiyoshi. Ia tidak berharap Kiyoshi akan menghancurkan kedua kakinya perlahan di saat kedua kaki pemuda itu belum sembuh seutuhnya.
Namun Kiyoshi terus bangkit dan membuat Murasakibara kian murka. Kiyoshi tetap saja meloncat untuk memasukkan bola basket di tangannya.
Murasakibara menoleh, menatap selembar kertas di atas meja belajarnya. Ia bangkit dari ranjang dan berjalan cepat menuju lemari. Dengan tergesa ia mengambil beberapa baju lalu memasukkannya asal ke dalam tas. Diraihnya kertas tersebut dan membawanya serta keluar dari kamarnya.
.
.
Murasakibara menatap pemuda yang tidak jauh darinya. Tidak pernah berubah sedikitpun dan bola memuakkan itu masih juga berada di tangan Kiyoshi. Setelah setahun tidak lagi berbicara, Murasakibara tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun untuk pemuda itu. Bahkan kata-kata yang tidak jadi ia ucapkan dua tahun yang lalu masih tersimpan rapi dihatinya.
Perlahan ia berjalan mendekat ke tempat dimana Kiyoshi bersantai di sore hari. Wajah teduhnya tetap seperti dulu. Senyumnya tidak pernah berubah sedikitpun. Ingin rasanya Murasakibara memanggil nama pemuda itu, namun lagi-lagi nama itu seolah tertahan di tenggorokannya. Murasakibara berhenti tepat di depan Kiyoshi yang tengah memperhatikan bola basket di pangkuannya.
"Ah, Hyuga kau sudah ke-"
Kiyoshi tidak dapat melanjutkan kalimatnya ketika ia mendongak dan menemukan wajah Murasakibara berada di atasnya.
Dan Murasakibara dapat melihat wajah teduh itu menatapnya terkejut.
"Murasakibara.."
Murasakibara dapat merasakan bola basket yang dipegang Kiyoshi jatuh mengenai sebelah kakinya.
.
.
To be Continue..